Latarbelakang
Indonesia dengan kepulauan yang hampir 17.508
pulau sangat mendukung berbagai tipe ekosistem alami, dari hutan dataran
rendah, hutan mangrove, padang rumput sampai hutan pegunungan (Steenis, 1957).
Meskipun Indonesia hanya 1,3% luasan di bumi, namun memiliki lebih dari 10%
tumbuhan di bumi (Jacobs, 1974). Sehingga Indonesia merupakan negara dengan
kekayaan biodiversitas tertinggi di dunia (Anonimus, 1995). Namun
keanekaragaman tumbuhan yang tinggi tersebut, hanya
sebagian kecil yang diketahui
dan termanfaatkan.
Sementara jumlah penurunan populasi maupun jenis
tumbuhan terus bertambah dari waktu ke waktu. Keanekaragaman
tumbuhan yang mendukung ekosistem hutan di Indonesia tersebut, terancam dengan
perkembangan ekonomi (Sukardjo, 2006). Ancaman terhadap kelestarian tumbuhan terus berlangsung, seperti
kerusakan hutan, deforestasi, alih guna lahan, bencana alam dan sebab
lainnya sehingga banyak jenis tumbuhan terancam punah. Ditambah lagi dengan upaya pembangunan,
pertambangan, industrialisasi dan aktivitas manusia yang tidak memperhatikan
aspek lingkungan, menimbulkan dampak peningkatan berbagai jenis pencemar, yang
secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi lingkungan alam dan makhluk
hidup disekitar, bahkan dapat menganggu kesehatan manusia.
Penyelesaian permasalahan pencemaran lingkungan
dapat dilakukan dengan upaya fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan bagian dari
konsep teknologi alami yang memusatkan peran tumbuhan sebagai solusi
permasalahan lingkungan, atau dikenal Fitoteknologi (Mangkoedihardjo dan
Samudro, 2010). Fitoremediasi dapat mengunakan tumbuhan wetland sebagai
pengolahan pencemaran / limbah. Secara ekologis tumbuhan wetland, akuatik dan
riparian bermanfaat cukup tinggi. Namun kebanyakan orang masih belum menyadari
keberadaan tumbuhan tersebuut di habitat alaminya.
Kebun raya merupakan kawasan konservasi tumbuhan
secara ex-situ yang memiliki koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata
berdasarkan pola klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik atau kombinasi dari
pola-pola tersebut untuk tujuan kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan,
wisata, dan jasa lingkungan (Perpres 93/2011). Sebagian besar koleksi tumbuhan
kebun raya diperoleh dari hasil eksplorasi ke berbagai tempat di Indonesia.
Kebun Raya Purwodadi (KRP) sebagai salah satu
lembaga konservasi tumbuhan ex-situ di Indonesia, tidak diragukan lagi merupakan pilar penyelamatan jenis-jenis tumbuhan dari
kepunahan. Tumbuhan yang sudah ditanam dan menjadi koleksi KRP
akan dikelola, didata dan dimanfaatkan untuk tujuan konservasi, penelitian dan
pendidikan. KRP tidak semata tempat konservasi tumbuhan, namun juga sebagai objek pendidikan
lingkungan, peranan ini menjadi populer karena pengunjung
dapat menikmati langsung keindahan kebun raya sekaligus menambah wawasan dan
pengetahuan tentang tumbuhan serta
potensinya.
Salah satu target utama dalam strategi global
untuk konservasi tumbuhan / Global Stategic Plant Conservation (GSPC)
adalah terpelajari dan terdokumentasinya diversitas tumbuhan khususnya pada
habitat-habitat terancam yang menjadi prioritas. Oleh karena itu, inventarisasi
dan dokumentasi keanekaragaman tumbuhan menjadi penting dilakukan karena
berlomba dengan laju degradasi yang sangat cepat dari berbagai tekanan
lingkungan. Salah satu upaya konservasi Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya
Purwodadi – LIPI adalah melaksanakan kegiatan eksplorasi terhadap jenis-jenis
tumbuhan yang berada di sepanjang Sungai Brantas Jawa Timur.
Sungai Brantas
merupakan wilayah sungai terbesar kedua di Pulau Jawa, terletak pada 110°30' BT
sampai 112°55' BT dan 7°01' LS sampai 8°15' LS. Sungai Brantas mempunyai panjang
± 320 km dan memiliki luas wilayah sungai ± 14.103 km2 yang mencakup ± 25%
luas Propinsi Jawa Timur atau ± 9% luas Pulau Jawa. Sungai Brantas
melintasi 11 wilayah kabupaten dan 4 wilayah kota. Aliran Sungai Brantas
berhulu di Sumber Brantas, kawasan lereng Gunung
Arjuno-Wilerang. Kemudian aliran air mengalir melintasi Batu,
Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto.
Ketika melintasi Kabupaten Mojokerto, aliran Sungai Brantas terbagi menjadi dua yaitu
menjadi Sungai Surabaya mengarah ke Surabaya dan Sungai Porong menuju ke
Sidoarjo (Pamungkas, dkk. 2018).
Keberadaan Sungai Brantas diakui sangat vital oleh masyarakat Jawa
Timur. Pemanfaatan SDA
untuk berbagai keperluan. Namun Sungai Brantas saat ini
merupakan salah satu sungai di Indonesia yang mengalami
pencemaran, baik yang dihilir Surabaya maupun yang dihulu Malang. Penurunan kualitas air sungai, salah satunya akibat limbah domestik. Sebab
sekitar 15,6 juta jiwa atau 42,8% dari penduduk Jawa Timur tinggal di Wilayah Sungai Brantas (Sujono, 2019).
Sungai tak terpisahkan dengan gunung, hutan dan daratan yang lebih luas, tangkapan air hujan dan pemasok mata air, rembesan dan aliran. Degradasi area dan pencemaran sungai adalah ancaman besar
terhadap ekologi dan ekosistem. Keanekaragaman
hayati di hutan bergantung pada area wetland, riparian dan akuatik. Area
wetland (lahan basah), riparian (tepi sungai), dan akuatik (perairan) merupakan
sistem yang terkait dengan berbagai jasa ekosistem yang berharga bagi manusia
dan memberikan manfaat kesejahteraan bagi manusia, termasuk rekreasi dan
keindahan bentang alam.
Zona
riparian adalah salah satu elemen lanskap yang paling beragam dan menawarkan
jasa unik; dimana habitatnya menyimpan keanekaragaman hayati tumbuhan dan hewan
dari semua ekosistem darat. Daerah wetland memberikan manfaat serupa, seperti habitat
penting bagi banyak spesies khusus dan asli serta satwa liar, menyediakan tempat persinggahan, tempat makan, dan perkembang-biakan. Lahan
basah juga berkontribusi pada pengendalian banjir, stabilisasi tepian, dan
peningkatan kualitas air. Sistem
akuatik, memberikan ekologi penting dan hubungan hidrologi, mendukung berbagai
kehidupan satwa liar dan biota air, memelihara sumber air minum, dan
menyediakan air irigasi.
Daerah
akuatik, riparian dan wetland merupakan daerah yang terdampak langsung pembangunan
dan aktivitas manusia, seperti alih fungsi, kanalisasi, perubahan ke lahan pertanian,
urbanisasi, peternakan, pembangunan jalan, pembuatan bendungan, pengambilan air
tanah, pengembangan tempat rekreasi, pertambangan, penebangan hutan,
kebutuhan kayu bakar, dan pertumbuhan spesies invasif.
Dengan
menjaga atau memelihara daerah wetland, riparian dan habitat akuatik dapat
memulihkan keanekaragaman spesies; yang memungkinkan pemanfaatan oleh manusia
secara berkelanjutan. Berdasarkan uraian diatas, dalam proposal ini kami merencanakan
kegiatan eksplorasi dan konservasi biji
tumbuhan wetland, akuatik dan riparian berpotensi memperbaiki lingungan di
Sungai Brantas Jawa Timur.
Rumusan
Masalah
Indonesia memiliki berbagai tipe ekosistem alami
dengan kekayaan kenekaragaman hayati tertinggi di dunia. Keanekaragaman
hayati di hutan bergantung pada area wetland, riparian dan akuatik, terutama pada wilayah aliran sungai. Wilayah Sungai Brantas merupakan wilayah
sungai strategis nasional dan berperan sangat vital oleh masyarakat Jawa Timur. Penurunan ketersediaan air,
degradasi area dan peningkatan
pencemaran sungai adalah ancaman besar terhadap ekologi dan ekosistem yang berharga bagi kehidupan manusia.
Kebun Raya Purwodadi saat ini memiliki koleksi
tumbuhan sejumlah 11.748 spesimen, 1.925 jenis, 928 marga dan 175 suku (Lestarini,
dkk. 2012). Pada umumnya tumbuhan terestrial dan hanya sedikit koleksi tumbuhan
akuatik. Menurut Irawanto (2009) ditemukan 34 jenis tumbuhan akuatik di KRP,
dengan 15 jenis diantaranya koleksi.
Oleh karena itu pencarian keanekaragaman
tumbuhan wetland, akuatik dan riparian di sepanjang Sungai Brantas Jawa Timur, perlu
dilakukan. Sehingga jenis-jenis yang ditemukan dapat menambah jumlah koleksi
tumbuhan di Kebun Raya Purwodadi.
Tujuan Kegiatan